Tuesday, September 21, 2010

Khutbah Jumat, 04 Desember 2009 KBRI Tehran

إِنَّ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةَ مِنْ شَعَآئِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَ مَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ

اَلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُوْمَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوْقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَ مَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ وَ تَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَ اتَّقُوْنِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ


Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya Akhlak Seorang Muslim (1983: 5-6) menyatakan bahwa meskipun ibadah-ibadah yang diperintahkan ajaran Islam sangat bervariasi cara dan bentuknya, seperti misalnya shalat yang menekankan pada aspek ucapan dan perbuatan; ibadah zakat tekanannya pada pengeluaran sebagian harta yang dimiliki; ibadah shaum (puasa) pada upaya untuk menahan diri (imsak) dari makan, minum, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari selama satu bulan penuh; ibadah umrah dan haji tekanannya pada kekuatan fisik dan kekuatan harta (isthitha'ah), namun ibadah-ibadah tersebut memiliki ruh dan napas yang sama. Yakni, terbentuknya akhlak yang mulia dalam kehidupan seorang Muslim. Akhlak mulia itu tercermin terutama setelah yang bersangkutan melakukan kegiatan-kegiatan ibadah tersebut.

Seorang Muslim yang shalatnya khusyuk, di samping ketika melaksanakannya tepat dan benar, juga setelah shalat orang tersebut berusaha menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. Yaitu, perbuatan yang merusak diri, keluarga, dan kehidupan bermasyarakat. Seperti misalnya menjauhkan diri dari memfitnah, mengadu domba, mengkorup (korupsi) harta negara, memutuskan tali silaturahmi, hanya pandai menghujat tetapi tidak pernah menginstrospeksi diri, kikir, hasad dan dengki, serta perbuatan-perbuatan buruk lainnya.

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah

Allah SWT berfirman: Bacakan apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan, sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain). Dan, Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 29: 45).

ٱتْلُ ما أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتابِ وَ أَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهى‏ عَنِ الْفَحْشاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ ما تَصْنَعُونَ

Zakat, infak, dan sedekah yang ditunaikan, sesungguhnya mengantarkan pada kesucian jiwa dan harta (QS 9: 103) serta tanggung jawab sosial yang tinggi. Bahwa, pada setiap harta yang dimiliki terdapat hak orang lain.

خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَ تُزَكِّيهِمْ بِها وَ صَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَ اللهُ سَميعٌ عَليمٌ

Allah SWT berfirman tentang sifat-sifat orang mukmin yang akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan: Dan sesungguhnya pada harta mereka terdapat bagian tertentu bagi orang yang meminta ataupun yang tidak meminta.'' (QS 70: 24-25).

وَ الَّذينَ في‏ أَمْوالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَ الْمَحْرُومِ

Shaum yang dilakukan dengan benar akan mengantarkan pelakunya pada perilaku takwa dan kemampuan mengendalikan diri yang sangat tinggi (QS 2: 183). Demikian pula ibadah haji dan umrah, akan menumbuhkan ruh dan napas pengorbanan yang tinggi, persamaan, ukhuwah, dan persaudaraan antara sesama Muslim, dan mujahadah (kesungguhan) dalam melakukan berbagai tugas pengabdian kepada Allah SWT dan kepada sesama manusia.

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah

Atas dasar itu semua, maka ruh dan napas ibadah inilah yang harus senantiasa kita tumbuh kembangkan agar di tengah-tengah berbagai kerusakan dan degradasi moral yang terjadi sekarang ini, kaum Muslimin tetap memiliki integritas pribadi dan moral yang tinggi yang mampu meredam berbagai perilaku yang merusak.

Umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadat haji tiap tahun begitu membludak, sampai melebihi daya tampung salah satu tempat pelaksanaan ibadat itu, yaitu Mina. Timbul pertanyaan, mengapa minat masyarakat begitu besar. Jawabannya, ditinjau dari sudut agama, paling kurang dua hal.

Pertama, ketakwaan umat makin meningkat. Tetapi terdengar kritik, mengapa korupsi juga semakin menggila. Untuk menerangkan fenomena itu, sabda Nabi ketika ditanya tentang seorang pemuda yang rajin salat tetapi berzina juga, dapat dianalogkan, Salatnya akan mencegahnya (dari berzina itu)! Ternyata pemuda itu memang bertobat tidak lama kemudian. Berarti bahwa korupsi itu pada suatu saat akan hilang, paling sedikit akan terus berkurang.

Kedua, daya tarik Tanah Suci (Makkah dan Madinah). Daya tarik itu paling kurang dua hal pula, menurut yang dipahami dari Alquran. Pertama, Tanah suci itu relatif aman. Allah pernah membantah alasan sebagian kaum musyrikin, bahwa jika mereka masuk Islam mereka akan diculik (dirampok, dibunuh, dsb), dengan mengemukakan pertanyaan bantahan, Bukankah Kami telah meneguhkan bagi mereka Tanah Suci itu aman, ke sana didatangkan persembahan segala macam buah-buahan sebagai rezeki pemberian kami? (Q.S. 28:57).

وَ قالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدى‏ مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَماً آمِناً يُجْبى‏ إِلَيْهِ ثَمَراتُ كُلِّ شَيْ‏ءٍ رِزْقاً مِنْ لَدُنَّا وَ لكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ

Kebiasaan culik-menculik dan bunuh-membunuh di zaman jahiliah memang kenyataan, tetapi itu tidak mungkin terjadi di Tanah Suci, karena semua suku Arab menghormatinya.

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah

Ayat itu diperptegas lagi oleh ayat lain, Tiadakah mereka lihat bahwa Kami telah membuat Tanah Suci itu aman, sedang orang culik menculik di sekitarnya? Maka apakah mereka percaya kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah? (Q.S. 29:67).

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنا حَرَماً آمِناً وَ يُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْباطِلِ يُؤْمِنُونَ وَ بِنِعْمَةِ اللهِ يَكْفُرُونَ

Sekalipun Ka'bah pernah rusak dihantam peluru pada zaman Khalifah Yazid bin Mu'awiyah, Tanah Suci relatif aman. Bahkan keamanan itu dapat dilihat pada kawasan Saudi Arabia pada umumnya sampai sekarang, dibanding kawasan-kawasan sekelilingnya.

Kedua, adanya keistimewaan pada Masjidil Haram dan Ka'bah sendiri. Masjidil Haram, di samping istimewa dengan besarnya nilai ibadah yang dikerjakan di dalamnya, paling kurang istimewa pula karena menjadi kiblat, yaitu titik pusat ibadat. Sebagaimana diketahui kiblat sebelumnya adalah Masjidil Aqsa. Enam bulan lamanya Nabi berdoa kepada Tuhan untuk menunjukkan kiblat yang sebenarnya itu.

Dan mengenai Ka'bah, Allah melukiskannya sebagai al-Bayt al- 'Atiq, yaitu rumah ibadat yang antik dan agung. Keantikannya kembali ke zaman Nabi Ibrahim yang mendirikannya jauh sebelum agama-agama besar (Yahudi, Nasrani, dan Islam) ini ada. Dan keagungannya kiranya dapat terlukis dari sabda Nabi menyapanya dalam tawaf beliau, Betapa tinggi kebesaranmu, betapa agung martabatmu, namun martabat seorang muslim lebih tinggi dari martabatmu itu. Ketinggian martabat Ka'bah adalah bahwa doa akan dikabulkan di sisinya. Dan ketinggian martabat seorang muslim adalah bahwa hak-hak asasinya tidak boleh dilecehkan sedikit pun.

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah

Kepergian seorang muslim ke Tanah Suci, di samping untuk menyempurnakan keislamannya, yaitu mengerjakan rukun Islam kelima, agaknya juga untuk memperoleh damainya Tanah Suci, laba beribadat di dalam Masjidil Haram, dan harapan doanya akan terkabul di bawah naungan martabat Ka'bah yang besar itu

Bagi jamaah haji yang beruntung masuk Raudah, sudut utama di Masjid Nabawi, ia akan dicekam kerinduan bertemu Rasulullah. Gemuruh salawat yang diiringi tangis bahkan raungan, membuat suasana di ruangan kecil yang diperebutkan itu terasa bertambah magis. Terasa, seakan Rasulullah berada di sampingnya. Tapi apa daya, sang kekasih tidak tampak, kecuali pusaranya yang terhijab di balik dinding beton yang kukuh. Saat meninggalkan Raudah, jamaah berdesakan bahkan saling jepit melewati lorong keluar yang sempit. Gema selawat tambah mengeras. Di sini, biasanya bacaan salawat diucapkan singkat-singkat: ''Salamun 'alaika ya Rasulullah.'' Atau ditambah kata-kata ''Salamun 'alaika ya Faruq, salamun 'alaika ya Aba Bakr,'' menunjuk kepada Umar dan Abu Bakar, dua sahabat dekat Rasulullah yang terbujur di samping beliau.

Pernah seorang jamaah haji bertanya kepada sang kyai pembimbingnya, mengapa Masjid Madinah memberi kesan begitu mendalam. Suara muazin yang mengalun, seakan mengalahkan keindahan gema azan di Masjidil Haram, membuat salat di dalamnya sering lebih khusyuk. Sang kyai menjawab, ''Karena di masjid itu ada kekasihmu yang kau rindukan. Bukankah kau selalu menyebutnya dan hanya pada kesempatan ini engkau bertemu?''

Kerinduan kepada Rasulullah, pesan sang kyai pula, seharusnyalah diciptakan, di mana saja dan kapan saja. Itu pertanda seorang umat Muhammad mencintai Nabi dan ajarannya. Uluk salam dan memberikan penghormatan kepada Nabi, adalah perintah kepada orang beriman, karena Allah dan para malaikat-Nya senantiasa bersalawat untuk Nabi, (QS 33:56).

إِنَّ اللهَ وَ مَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوا تَسْليماً

Bagi kalangan khawasul khawas, kerinduan kepada Rasulullah kerap ditambah dengan keinginan bermimpi ketemu beliau. Dibacanyalah beribu-ribu salawat dengan mengintensifkan seluruh amal ibadah. Keinginan itu sering jadi kenyataan. Bahkan, ''Barangsiapa melihatku dalam mimpi,'' demikian Rasulullah menjamin, ''maka ia seakan melihatku dalam jaga, karena syetan tidak bisa meniru diriku.'' Mimpi jumpa Nabi adalah karunia yang diberikan hanya kepada orang yang telah bersih jiwanya.

Oleh Rasulullah disebutkan, ''Termasuk orang kikir yang tidak bersalawat padaku, saat namaku disebut orang.'' Sebaliknya, yang bersalawat sekali kepadanya, Allah memberinya 10 rahmat dan melenyapkan 10 dosanya. Dalam riwayat Muhammad bin Abdurrahman disebut, Rasulullah bersabda, ''Setiap kali umatku uluk salam kepadaku, sesudah aku tiada, Jibril menyampaikannya kepadaku lalu kujawab: Wa'alaihissalam,'' (Semoga salam, rahmat dan berkah Allah juga tetap kepadanya).

Tanda kerinduan kepada Rasulullah adalah menjalankan seluruh perintahnya. Menghadirkannya secara penuh di hati, seakan beliau selalu hadir di sisi kita. Nilai iman ini melebihi penglihatan fisik, seperti beliau katakan: ''Beruntunglah orang yang melihat aku dan beriman kepadaku. Tapi, beruntunglah, beruntunglah, wahai beruntunglah orang yang meskipun tidak melihatku tapi beriman kepadaku.

No comments: