Tuesday, September 21, 2010

Khutbah Jumat, 02 April 2010 KBRI Tehran

وَ نَفْسٍ وَما سَوَّاها فَأَلْهَمَها فُجُورَها وَ تَقْواها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاها وَ قَدْ خابَ مَنْ دَسَّاها

Hadirin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah

Sudah sepantasnya khotib berwasiat takwa khususnya kepada diri saya sendiri dan umumnya pada hadirin sekalian, karena hanya takwalah kita bisa selamat dunia akhirat.

Ada dua orang manusia. Asumsikanlah bahwa mereka berdua diberikan kesempatan yang cukup di dunia ini untuk merasakan kesenangan dari Allah dan bahwa mereka telah diberitahu mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka memenuhi tugas-tugas dan kewajiban agama hingga hari kematian mereka dan menghabiskan hidup mereka sebagai muslim yang taat. Mereka sukses dalam berbagai bidang. Memiliki pekerjaan yang bagus, keluarga yang harmonis, dan menjadi anggota masyarakat yang terhormat. Jika orang ditanya, siapakah yang paling sukses di antara kedua orang tersebut, mereka mungkin menjawab, “Orang yang bekerja lebih keras.” Akan tetapi, jika jawaban ini diperhatikan dengan saksama lagi, kita akan menyadari bahwa definisi-definisi sukses tersebut tidak berdasarkan Al-Qur`an, tetapi atas dasar kriteria duniawi.

Menurut Al-Qur`an, bukanlah kerja keras, bukan kelelahan, bukan pula mencapai penghormatan atau cinta dari orang lain yang disebut sebagai kriteria keunggulan, melainkan keyakinan mereka akan Islam, amal baik yang mereka kerjakan untuk mendapatkan keridhaan Allah, dan niat baik mereka yang terpelihara dalam hati. Itulah yang disebut kriteria yang unggul di hadapan Allah. Allah menyatakan hal ini di dalam Al-Qur`an,

لَنْ يَنالَ اللهَ لُحُومُها وَلا دِماؤُها وَ لكِنْ يَنالُهُ التَّقْوى‏ مِنْكُمْ كَذلِكَ سَخَّرَها لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلى‏ ما هَداكُمْ وَ بَشِّرِ الْمُحْسِنينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-Hajj [22]: 37)

Sebagaimana disebutkan di atas, amalan yang dilakukan seseorang dengan menyembelih seekor binatang karena Allah, akan dinilai-Nya bergantung pada ketaatan atau rasa takutnya kepada Allah. Daging atau darah bintang apa pun yang disembelih dengan menyebut nama Allah itu tidak ada nilainya di hadapan Allah jika amalan tersebut tidak dilakukan karena Allah. Di sinilah, faktor-faktor pentingnya adalah niat baik dan keikhlasan kepada Allah saat menjalankan suatu perbuatan atau peribadatan kepada Allah. Karena itu, seorang manusia tidak akan meningkat kemuliaannya di mata Allah hanya karena amal, ibadah, sikap, dan kata-kata baiknya. Tentu saja semua itu adalah perbuatan yang harus dilakukan seorang muslim sepanjang hidup mereka untuk mendapatkan balasan yang besar di hari pembalasan. Akan tetapi, faktor terpenting yang harus diperhatikan saat memenuhi semua perbuatan itu adalah tingkat kedekatan yang dirasakan seseorang dengan Allah. Yang penting bukanlah banyaknya perbuatan yang kita lakukan, melainkan bagaimana seseorang berpaling kepada Allah dengan kebersihan dan keikhlasan hati.

Sidang Jumat yang Berbahagia

Keikhlasan berarti memenuhi perintah Allah tanpa mempertimbangkan keuntungan pribadi atau balasan apa pun. Seseorang yang ikhlas akan berpaling kepada Allah dengan hatinya dan hanya ingin mendapatkan ridha-Nya atas setiap perbuatan, langkah, kata-kata, dan do’anya. Jadi, ia benar-benar yakin kepada Allah dan mencari kebajikan semata. Menurut Al-Qur`an,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللهَ عَليمٌ خَبيرٌ

“... Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurat [49]: 13)

Dalam banyak ayat Al-Qur`an, ditekankan agar perbuatan baik itu dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah. Akan tetapi, beberapa orang berusaha untuk mengabaikan kenyataan ini. Mereka tidak pernah berkaca pada kebersihan niat di dalam hati mereka saat melakukan suatu pekerjaan, memberi nasihat, menolong orang, atau berkorban. Mereka percaya bahwa perbuatan mereka sudah cukup, dengan menganggap bahwa mereka telah menunaikan tugas agama. Di dalam Al-Qur`an, Allah mengatakan kepada kita tentang mereka yang berusaha sepanjang hidupnya, namun sia-sia. Jika demikian halnya, mereka akan dihadapkan pada situasi berikut ini di hari pembalasan.

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خاشِعَةٌ عامِلَةٌ ناصِبَةٌ

“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan.” (al-Ghaasyiyah [88]: 2-3)

Karena itulah, manusia akan menghadapi satu dari dua situasi tersebut di hari akhir. Dua orang yang telah mengejar pekerjaan yang sama, mencurahkan usaha yang sama, dan bekerja dengan kebulatan hati yang sama sepanjang hidup mereka, bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda di hari akhir. Mereka yang membersihkan dirinya akan dibalas dengan kebahagiaan surga yang memikat, sedangkan mereka yang meremehkan nilai keikhlasan saat berada di dunia ini akan mengalami penderitaan neraka yang tiada akhir.

ada dua aspek keyakinan yang mengubah perbuatan yang dilakukan seseorang menjadi berarti dan bernilai dalam pandangan Allah, yakni dengan pembersihan diri dan keikhlasan.

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Salah satu ciri yang paling penting yang ada pada diri mukmin yang sejati dan ikhlas adalah bahwa ia dengan tulus ingin dan berusaha untuk menyucikan dirinya dari segala jenis tingkah laku dan akhlaq yang dilarang oleh Al-Qur`an demi memperoleh keridhaan Allah. Manusia diciptakan cenderung untuk berbuat salah, namun Allah menyatakan dalam ayat terpisah bahwa Dia telah melengkapi jiwa manusia tidak hanya terbatas dengan dosa dan kejahatan, tetapi juga dengan cara-cara untuk menghindarinya.

وَ نَفْسٍ وَما سَوَّاها فَأَلْهَمَها فُجُورَها وَ تَقْواها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاها وَ قَدْ خابَ مَنْ دَسَّاها

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams [91]: 7-10)

Dengan rasa takut kepada Allah, setiap mukmin sejati ingin selalu menyucikan diri dari sisi jahat jiwanya. Ia berusaha untuk mendapatkan keagungan ahklaq sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Qur`an, dengan menggunakan kesadaran dan kecerdasannya dengan sebenar-benarnya. Usaha serius apa pun yang dilakukan oleh seseorang yang tulus hati menginginkan kesucian diri, adalah tanda keimanan sejati dan kesuciannya.

Hanya orang yang memiliki keimanan yang mutlak pada Allah dan hari akhirlah yang akan berusaha menghilangkan sisi jahat jiwanya. Sebaliknya, orang yang tidak benar-benar percaya kepada Allah dan hari akhir akan menafikan adanya sisi jahat dalam jiwanya dan berusaha menutupinya dari orang lain. Ia berharap tak akan ada yang mengetahui perbuatan jahatnya. Akan tetapi, Allahlah yang paling tahu lahir dan batin setiap orang. Allah paling tahu rahasia yang paling rahasia. Pada hari pembalasan, semua perbuatan yang dilakukan oleh setiap manusia akan terungkap. Mukmin yang ikhlas yang menyadari hal ini akan ditolong oleh usaha mereka melawan hawa nafsu. Di dalam Al-Qur`an, gambaran usaha mereka dipaparkan sebagai berikut.

لا تَقُمْ فيهِ أَبَداً لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوى‏ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فيهِ فيهِ رِجالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَ اللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرينَ

“Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya, masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (at-Taubah [9]: 108)

Sidang Jumat yang berbahagia

Di dalam ayat berikut, Allah menyatakan bahwa perbuatan baik yang dilakukan terus-menerus adalah lebih baik ganjarannya di sisi Allah.

الْمالُ وَ الْبَنُونَ زينَةُ الْحَياةِ الدُّنْيا وَ الْباقِياتُ الصَّالِحاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَواباً وَ خَيْرٌ أَمَلاً

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi [18]: 46)

Perbuatan tersebut juga merupakan tanda keikhlasan dan kesucian seseorang. Sebagian orang dapat melakukan perbuatan baik, tetapi bukan karena mereka takut kepada Allah, melainkan ingin mendapatkan kehormatan dan pujian di mata manusia. Sebagai contoh, seseorang yang mengirimkan barang-barang dan pakaiannya untuk orang-orang yang kehilangan tempat tinggal karena gempa bumi. Ia mungkin saja membantu tetangganya, atau bersikap baik, sayang, dan baik budi. Ia mungkin juga ramah, lembut, dan memahami karyawannya. Ia mungkin hormat dan penuh toleransi kepada orang yang lebih tua. Jika perlu, ia bisa saja mengorbankan dirinya, ikut serta dalam kegiatan kemanusiaan. Semua itu adalah perbuatan yang baik. Bagaimanapun juga, apa yang benar-benar penting adalah keteguhan dan kesabaran yang ditunjukkan saat melakukan perbuatan tersebut. Sepanjang hidupnya, setiap muslim yang telah menyucikan dirinya harus membantu siapa pun yang membutuhkan, tanpa memperhatikan pendapat orang lain tentang dirinya. Usaha-usaha yang dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah ini juga dilaksanakan untuk membuktikan tingkat keikhlasan mereka. Bagaimanapun juga, jika orang tersebut gagal membawa dirinya kepada ajaran moral yang disebutkan di atas dan untuk bersikap dalam sikap pengabdian dan pengorbanan diri yang sama, kesucian yang akan didapatnya saat melakukan perbuatan lain akan mudah hilang.

Demikian pula, ada sebagian orang dalam masyarakat jahil yang mampu melakukan perbuatan baik, bahkan meski mereka tidak percaya kepada Allah. Akan tetapi, mereka melakukan perbuatan tersebut bukan karena rasa takut mereka kepada Allah atau dalam harapan mereka akan hari akhirat. Mereka bertujuan untuk mendapatkan balasan dan keuntungan dunia, besar maupun kecil. Sebagai contoh, mereka mungkin membantu korban gempa bumi hanya untuk membuang barang-barang mereka yang sudah tak terpakai. Begitu pula, rasa hormat yang ditunjukkan terhadap orang yang lebih tua mungkin hanya semata-mata karena pengaruh tradisi budaya. Demikian pula, ia mungkin saja memperlakukan karyawannya begitu ramah hanya untuk membuat mereka lebih giat bekerja dan menghasilkan pendapatan yang lebih. Ia mungkin memberikan bantuannya untuk menolong organisasi kemanusiaan untuk mendapatkan kehormatan dan harga diri dalam masyarakat. Untuk dapat memastikan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan karena rasa takutnya kepada Allah dan ajaran akhlaq mulia yang diperintahkan Allah, orang tersebut harus menggunakan upaya yang sama dalam setiap detik kehidupannya dan terus-menerus bersikap sesuai dengan prinsip Al-Qur`an. Pentingnya berpaling kepada Allah setiap pagi dan petang, terus-menerus setiap hari, ditekankan dalam ayat,

وَ اصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَداةِ وَ الْعَشِيِّ يُريدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْناكَ عَنْهُمْ تُريدُ زينَةَ الْحَياةِ الدُّنْيا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنا وَ اتَّبَعَ هَواهُ وَ كانَ أَمْرُهُ فُرُطاً

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al-Kahfi [18]: 28)

Jika seseorang dengan tulus meyakini keberadaan Allah dan hari akhir, ia tidak akan berbuat sebaliknya. Karena itu, ia tahu pasti bahwa ia bertanggung jawab akan setiap detik kehidupannya di dunia dan ia layak mendapatkan kehidupan yang abadi di surga-Nya hanya jika ia menjalani kehidupan dengan mengikuti keridhaan Allah. Ia bersegera melakukan perbuatan baik untuk mendapatkan ridha Allah dalam setiap perbuatan, perkataan, dan sikapnya. Dengan bertanya pada diri sendiri, “Apa yang dapat saya lakukan?”, “Bagaimana seharusnya saya bersikap agar Allah ridha dan sayang?’, “Sikap apa yang harus saya perbaiki agar tingkah laku saya lebih baik?”, dan ia berusaha dengan sungguh-sungguh. Demikian pula disebutkan di dalam Al-Qur`an bahwa tingkah laku mereka yang berusaha, sebagaimana mereka seharusnya berusaha, diberi ganjaran yang besar. Dinyatakan dalam ayat,

مَنْ كانَ يُريدُ الْعاجِلَةَ عَجَّلْنا لَهُ فيها ما نَشاءُ لِمَنْ نُريدُ ثُمَّ جَعَلْنا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاها مَذْمُوماً مَدْحُوراً وَ مَنْ أَرادَ الْآخِرَةَ وَ سَعى‏ لَها سَعْيَها وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولئِكَ كانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُوراً

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (al-Israa` [17]: 18-19)

No comments: